27.10.08

Randu alas / Bombax malabaricum / Gossampinus heptaphylla

Mbah-mbah kita, jaman dulu, menandai musim dengan mengamati perilaku sesama makhluk hidup disekitarnya. Di Jawa, kemampuan ini diperoleh dengan mempelajari “ilmu titen”. Pohon Randu alas merupakan salah satu jenis pohon yang dapat digunakan sebagai penanda musim. Selain mudah terlihat dari tempat yang jauh, karena dapat mencapai tinggi 45 meter dengan diameter batang sampai 4 meter, pohon yang hidup dibawah 900 meter diatas permukaan laut ini sangat sensitif terhadap perubahan musim.
Manfaat ini juga yang mungkin membuat pohon ini kemudian dikeramatkan, diberi sesajian, dianggap ada "penunggunya" dan dilarang ditebang. Sayang karena kekurang-fahamannya, generasi berikutnya menganggap hal ini sebagai musyrik. Akibatnya, banyak pohon randu alas yang kemudian ditebang...sayang sekali !



Menurut Pak Baskoro (dosen Biologi di Universitas Diponegoro), “kalau pohon Randu alas mulai menggugurkan daunnya, berarti kita akan mulai memasuki musim kemarau. Saat pohon Randu alas berbunga, berarti kita sudah berada di puncak musim kemarau dan saat pohon Randu alas mulai bersemi dengan hadirnya tunas-tunas daun baru, berarti kita akan mulai memasuki musim penghujan”. Logikanya? Menurut whitten dkk. (1999) perilaku menggugurkan daun kemungkinan berkaitan dengan naik-turunnya permukaan air tanah akibat hujan. Saat musim kemarau akan datang, permukaan air tanah mulai turun sehingga pohon Randu alas juga menurunkan evapotranspirasinya dengan menggugurkan daun-daunnya.
Seiring dengan hadirnya ilmu baru, kini kita mengetahui bahwa pergantian musim penghujan dan musim kemarau dipengaruhi oleh pergerakan semu matahari tahunan dan angin monsun. Pengetahuan ini mengajarkan kepada kita bahwa musim hujan akan terjadi di Indonesia antara bulan November hingga mei dan musim kemarau antara bulan juni sampai oktober. Tapi menurut saya, ini hanya berlaku untuk wilayah indonesia bagian barat. Sepertinya lama musim penghujan akan semakin pendek di Indonesia bagian tengah dan timur. Hal ini sesuai dengan arah datangnya angin munson barat dan angin munson timur.
Terperangkapnya radiasi sinar matahari di dalam atmosfer bumi akibat akumulasi “gas rumah kaca” atau yang sekarang sudah sangat terkenal dengan sebutan pemanasan global menyebabkan terjadinya perubahan iklim. Perubahan pola curah hujan merupakan salah satu bentuk perubahan iklim. Dampak perubahan pola curah hujan dapat membuat krisis pangan dunia. Berbagai tanaman pertanian yang ditanam di awal bulan november, dapat serta-merta mati karena ternyata hujan yang seharusnya datang, ternyata tidak kunjung datang.
Bagaimana dengan pohon Randu alas? Apakah dia mampu beradaptasi dengan perubahan iklim? Apakah perilaku menggugurkan daunnya dapat terus menjadi pertanda akan datangnya musim kemarau? Atau jangan-jangan perilakunya akan dapat menjadi petunjuk pola perubahan iklim yang baru? Mungkin pohon Randu alas akan dapat lebih cepat beradaptasi terhadap perubahan iklim ketimbang kita. Nah…untuk mengetahuinya, mulai sekarang mari mulai mengamati perilaku pohon Randu alas yang masih ada di sekitar kita…siapa tahu pohon randu alas akan menjadi "petunjuk" bagi kita dalam beradaptasi terhadap perubahan iklim global.....bagaimana mungkin? ngak nggombal lho !!


18.10.08

Soga / Peltophorum pterocarpum

Pohon yang indah dengan bunga yang berbau harum, demikian K.Heyne (1987) melukiskannya. Alasan serupa bisa jadi dimiliki pembangun kota semarang yang memilih jenis ini untuk ditanam di sepanjang jalan menuju simpang lima. Semoga pilihan ini dapat dipertahankan oleh pemerintah kota semarang dengan terus menyulam pohon-pohon yang telah tua.
Soga baik ditanam pada ketinggian kurang dari 100 meter diatas permukaan laut. Banyak lahan terbuka di kota semarang yang masih dipenuhi oleh alang-alang. Menanam Soga pada lahan itu, akan membantu membunuh alang-alang.


Pohon Soga di jalan Ahmad Yani, Kota Semarang


Pohon Soga dekat Masjid Baiturahman di Jalan Pandanaran, Kota Semarang


Bunga, Buah, Daun, dan Batang Pohon Soga
sedikit tambahan info tentang Soga :

10.10.08

Janti / Sesbania sesban


Pertigaan JANTI mungkin menjadi amat dikenal karena merupakan tempat transit penglaju (commuter) dari Solo, Klaten, dan sekitarnya yang bekerja ataupun kuliah di Jogja. Janti ternyata juga nama satu jenis pohon. Menurut K.Heyne (1987) orang Sunda menamai pohon ini Jayanti, sementara, selain Janti, orang Jawa juga ada yang menyebutnya dengan Giyanti dan Kelor wana.
K.Heyne juga mencatat bahwa Janti hanya ditemukan sebagai tanaman di pekarangan dan pematang sawah (mungkin untuk pakan ternak), tidak ditemukan hidup secara liar di Jawa. Beberapa publikasi mencatat bahwa asal usul Janti memang tidak diketahui dengan jelas.
Trimakasih pada kerjasama yayasan kehati dan prosea yang telah menyajikan informasi tentang janti dalam bahasa indonesia. Kalau ada yang mau membaca versi bahasa inggris.
Informasi lain yang dapat cepat disajikan oleh mbah Google adalah tentang manfaatnya sebagai obat. Informasi dari iptek ini lebih lengkap bahkan ada kawan blogger yang sepertinya telah berbaik hati menterjemahkannya dalam bahasa inggris, ada juga yang menuliskan ulang dalam blognya. Informasi lain yang sangat mirip, bahkan tidak dilengkapi dengan informasi cara pengolahan bagian-bagian dari Janti sebagai obat.


Apakah ada yang punya pertanyaan sama dengan saya? kenapa daerah ini dinamai JANTI? Apakah karena dulu banyak pohon Janti yang ditanam di daerah ini? Siapa yang menanam? Apakah sekarang masih ada pohon Janti di daerah JANTI? Mungkinkah menanam kembali satu-dua pohon ini sebagai “tetenger” bahwa pohon ini adalah nama daerah ini?